3 Mei 2025, Kota Tangerang
Pagi itu, langit Tangerang sedikit mendung. Tapi bukan mendung yang muram, melainkan mendung yang memberi ruang untuk menikmati waktu lebih pelan. Kami memutuskan sarapan di sebuah tempat yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di media sosial—Bupet Bagindo.
Terletak di salah satu sudut kota yang tidak terlalu bising, Bupet Bagindo menjanjikan pengalaman kuliner Minang dengan atmosfer yang berbeda. Begitu kami masuk, kesan pertama langsung terasa: hangat, akrab, dan sedikit nostalgia. Interiornya memadukan sentuhan kayu, lampu gantung rotan, dan dinding berpola anyaman yang memeluk mata dan hati.
Duduk, Santai, dan Disambut Tradisi
Kami duduk di sofa nyaman yang menghadap jendela kaca besar berwarna kuning kehijauan. Dari situ, suasana di dalam terasa hidup: ibu-ibu berbincang santai, pasangan muda sarapan dengan tenang, dan anak-anak kecil yang tak bisa duduk diam. Tempat ini bukan sekadar rumah makan—ia seperti ruang tamu besar yang mengundang siapa pun untuk betah berlama-lama.
Tak lama, pelayan datang membawa dua minuman andalan: kopi talua dan teh talua. Keduanya adalah minuman tradisional khas Minangkabau yang dibuat dengan telur, gula, dan rempah. Kopi talua hadir dalam gelas tinggi dengan busa lembut di permukaan. Sementara teh talua disajikan dalam cangkir kayu kecil yang sederhana namun berkesan. Satu seruput, dan rasanya seperti ditarik kembali ke masa kecil—saat pagi di kampung masih hangat oleh suara ibu dan aroma dapur.
Makanan, Kenangan, dan Foto-Foto
Sarapan kami pagi itu dilengkapi dengan sepiring kerupuk merah muda, potongan dendeng batokok, dan telur balado yang menggoda. Kami memilih meja kayu pendek di area lesehan untuk menikmati semuanya. Suasananya lebih santai dan dekat—mirip seperti makan pagi di rumah saudara saat Lebaran.
Sambil menikmati makanan, tentu saja kami tak melewatkan momen untuk berfoto. Di satu foto, aku tampak duduk di sofa, mengenakan kacamata hitam dan senyum lebar. Di sisi lain, pasanganku menikmati suasana sambil sesekali mengomentari cita rasa kopi talua yang menurutnya “unik, tapi bikin nagih”. Beberapa foto lain menangkap suasana dalam ruangan—meja-meja putih, lampu-lampu gantung, dan wajah-wajah pengunjung yang tampak puas.
Lebih dari Sekadar Sarapan
Yang membuat Bupet Bagindo istimewa bukan cuma makanannya, tapi suasana yang berhasil mereka bangun. Setiap detail—dari furnitur, pencahayaan, hingga pelayan yang ramah—membuat tempat ini terasa seperti rumah kedua. Di tengah hiruk pikuk kota, kami merasa menemukan sudut kecil yang membuat waktu melambat.
Bupet Bagindo mengingatkan kami bahwa makan bukan hanya soal kenyang, tapi juga soal rasa, cerita, dan kebersamaan. Tempat ini bukan sekadar destinasi kuliner, tapi jeda yang hangat di tengah padatnya hidup.
Penutup
Kalau kamu sedang di Tangerang dan ingin mencoba sesuatu yang berbeda untuk sarapan, aku sangat merekomendasikan Bupet Bagindo. Datanglah pelan-pelan, pesan secangkir teh talua, duduk santai, dan rasakan sendiri bagaimana tempat ini menyatukan tradisi dan kenyamanan dalam satu meja.
Karena pagi yang baik bukan hanya tentang apa yang kita makan, tapi dengan siapa kita berbagi—dan di mana kita merasa pulang.
Tidak ada komentar: