Pagi yang Rapi di Malioboro: Menyusuri Kenangan, Menemukan Pecel Emak


Malioboro, nama yang lekat di hati siapa saja yang pernah menginjakkan kaki di Yogyakarta. Jalan legendaris ini bukan sekadar pusat wisata, tetapi juga ruang hidup yang menyimpan banyak cerita: dari seniman jalanan, pelancong domestik dan mancanegara, hingga pedagang kaki lima yang menggantungkan hidupnya di bawah terik dan teduhnya trotoar.

Namun pagi itu, di sela-sela perjalanan tugas dinas saya, ada yang berbeda. Suasana Jalan Malioboro tampak lebih rapi, lapang, dan bersih. Tak lagi terlihat barisan pedagang kaki lima yang biasanya menjajakan makanan, pakaian, atau oleh-oleh. Trotoar yang dulu penuh warna kini lebih minimalis, terbuka luas untuk para pejalan kaki dan pelari pagi. Bagi saya yang sudah beberapa waktu tidak menyambangi tempat ini, perubahan ini menimbulkan rasa kangen sekaligus penasaran.

Pagi hari adalah waktu yang pas untuk menikmati suasana Malioboro tanpa hiruk pikuk wisatawan. Di balik keheningan dan kerapiannya, saya dikejar oleh satu kerinduan sederhana: sarapan pecel lesehan khas Jogja. Pecel yang biasanya dijajakan oleh ibu-ibu tangguh dengan peralatan sederhana, tetapi rasanya selalu membekas di lidah dan hati.

Saya pun menyusuri trotoar sambil menoleh kiri dan kanan, berharap menemukan penjual nasi pecel atau gudeg yang dulu mudah ditemui di sudut-sudut jalan. Setelah berkeliling sejenak, akhirnya saya menemukannya—bukan di trotoar Malioboro yang kini bersih total, melainkan di Jalan Suryatmajan, tak jauh dari perempatan Malioboro. Seorang emak berdagang menggunakan sepeda motor, dengan aneka lauk dan nasi pecel tertata rapi di atasnya. Dagangannya persis berada di depan Mirota Gallery, berseberangan dengan Taman Batik Terang Bulan.

Meski waktu masih pagi dan toko-toko belum buka, suasana di tempat emak pecel itu cukup ramai. Banyak pembeli, sebagian besar adalah pelari pagi atau warga sekitar yang singgah untuk makan di tempat atau membungkus sarapan. Lesehan di depan toko yang masih tutup menjadi tempat makan dadakan yang justru menambah suasana hangat dan akrab.

Nasi pecel dan gudeg yang dijajakan bisa dipilih sesuai selera. Ada tambahan lauk seperti tahu bacem, telur puyuh, usus goreng, telur ceplok, dan beragam gorengan lainnya. Harga? Jangan khawatir. Seperti ciri khas warung kaki lima Jogja pada umumnya, ramah di kantong, meski rasanya kelas atas.

Perubahan wajah Malioboro tidak terjadi begitu saja. Sejak Februari 2022, Pemerintah Daerah DIY bersama Pemkot Yogyakarta secara resmi merelokasi seluruh pedagang kaki lima dari trotoar ke tempat baru yang dinamai Teras Malioboro. Ada dua lokasi, Teras Malioboro 1 dan 2, yang dibangun menyerupai pasar modern namun tetap mempertahankan nuansa khas Jogja. Tujuannya tak lain untuk menjaga estetika, kenyamanan, dan ketertiban kawasan ikonik ini.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan bahwa relokasi ini bukan sekadar penggusuran, melainkan penataan. Para PKL diberi keringanan retribusi selama satu tahun agar mereka dapat beradaptasi dan mengembangkan usahanya di lokasi baru. Bahkan, ruang 5 meter dari toko-toko yang sebelumnya kerap dipakai berdagang, kini benar-benar dikembalikan fungsinya sebagai ruang pejalan kaki.

Tentu saja perubahan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat merindukan suasana Malioboro yang semrawut namun hidup. Namun tak sedikit pula yang mengapresiasi wajah baru Malioboro yang lebih manusiawi dan nyaman, terutama bagi wisatawan dan warga yang ingin menikmati suasana kota tanpa gangguan sempitnya ruang.

Bagi saya, pagi itu adalah pertemuan antara dua rasa: nostalgia dan pembaruan. Di balik keheningan dan kerapian Malioboro, saya masih bisa menemukan rasa Jogja yang tak pernah berubah—dalam seporsi pecel emak-emak, disajikan dengan senyum tulus dan harga bersahabat.

Malioboro memang telah berubah secara fisik, namun jiwanya tetap sama: hangat, akrab, dan selalu mengundang untuk kembali.


Pagi yang Rapi di Malioboro: Menyusuri Kenangan, Menemukan Pecel Emak Pagi yang Rapi di Malioboro: Menyusuri Kenangan, Menemukan Pecel Emak Reviewed by Massaputro Delly TP. on Minggu, Oktober 02, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
close